SURABAYAONLINE.CO-Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) justru menjadi sektor paling rentan kena hantaman pandemi virus corona. Sektor ini disebut ekonom tak bisa lagi menjadi penyangga perekonomian seperti saat krisis ekonomi dan keuangan 1998 dan 2008. Nasibnya kini merana.
Sumiah, 58 tahun, berpangku tangan melihat lalu lalang kendaraan yang melintas di salah satu halte di bilangan Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu sore (18/03). Tahu, bakwan, dan tempe goreng yang ia buat dari rumah, tampak masih penuh di wadahnya.
Biasanya, orang-orang yang hilir mudik membeli jajanannya. Tapi sejak penerapan ‘belajar, bekerja dan beribadah dari rumah’, dagangannya sepi. Pedagang kaki lima ini mengaku pendapatannya turun 50%.
“Biasa sudah pegang Rp300 ribu. Ini baru Rp100 ribu. Anyep, nyep, nyep. Sepi banget,” katanya berkeluh kesah.
“Ini sudah dikurang-kurangi dagangannya, masak ikan asin sudah dikurangi 10 bungkus, ini (gorengan) biasa bawa 50, cuma bawa 30. Dikurangi banyak, tetap aja nggak habis,” tambah Sumiah.
Sumiah adalah tulang punggung keluarga. Dia khawatir tak dapat melanjutkan biaya sekolah anak dan cucunya, lantaran suami sudah 10 tahun terkena stroke.
Ia bingung berapa lama lagi bisa bertahan untuk dagang jika kondisi penjualannya terus menurun.
“Aduh, ampun, buat makan saja kayaknya kembang kempis. Putar-puter kira-kira bisa buat jajan anak sekolah. Muter-muternggak karuan ngurangin belanjaan,” katanya.
Lain cerita dengan pelaku usaha kecil bidang konveksi di Bandung, Jawa Barat, Taufik Rosadi. Saat ini usahanya terpukul karena pelanggan mulai mengurangi pemesanan.
“Jadi ini 50%-60% (pendapatan berkurang) sudah mulai terasa. Jadi order-order yang kecil aja yang dijalankan projek-projek yang kecil,” kata Taufik kepada BBC Indonesia, Rabu (18/03).
Selain itu, usahanya juga memerlukan bahan baku impor. Saat ini nilai rupiah terhadap dollar AS terus melemah. Pada Rabu (18/03), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai Rp15.200 per US$1.
“Agak bingung juga di harga. Kan harga naik semua, dollar kan. Kain, yang terutama terasa banget,” lanjut Taufik.
Ia berharap pemerintah segera mengambil tindakan cepat untuk mengendalian Covid-19. Jika kondisi ekonomi tak berubah, maka usahanya hanya bisa bertahan sampai Mei mendatang.
“Ini kalau sampai bulan Mei, juga sudah lumayan berat ya. Karena kita harus lewatin lebaran segala macam, saya juga harus (beri) THR, mulai terpikir kan,” lanjut Taufik.
Sumiah dan Taufik merupakan dua di antara 116 juta orang yang bekerja di sektor UMKM di Indonesia. Data tahun 2017 dari Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan sektor ini menyerap tenaga kerja hingga 97%, sekaligus penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 60%.
“Sudah 19 tahun saya jual bebek dan ayam goreng, kali ini sepinya luar biasa, dagangan menumpuk akibat sekolah, instansi kerja di rumah, bulan puasa saja lebih ramai dibanding sekarang,” kata Sholeh pemilik kedai ayam goreng di JL Margorejo Surabaya.
“Pertanyaaanya daya tahan kita sama lamanya virus duluan mana? Ini yang bikin saya stress,” katanya.
Jumlah UMKM yang tersebar di Indonesia sebanyak 62,9 juta unit yang meliputi perdagangan, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pengolahan, bangunan, komunikasi, hotel, restoran dan jasa-jasa.(*)