SURABAYAONLINE.CO– Dentuman misterius yang terdengar antara Jakarta dan Bogor sejak Jumat 10 April 2020 malam hingga Sabtu 11 April 2020 pagi membingungkan Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) serta Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api Hendra Gunawan menegaskan dentuman itu bukan berasal dari Gunung Karakatau yang meletus sejak Jumat.
Menurut Hendra seperti dilansir antara, dentuman Krakatau sangat kecil berdasarkan petugas pos pengamatan.
Apalagi erupsi gunung di Selat Sunda itu hanya mengeluarkan semburan material vulkanik setinggi 500 meter dari puncak kawah.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga tidak mengetahui pasti apakah dentuman itu karena tidak ada gempa yang terrekam di wilayah Jakarta sampai dengan Bogor pada Jumat sampai Sabtu ini.
Ramainya orang yang mendengar dentuman itu membuat tagar #dentuman menjadi trending di Sabtu pagi.
Dentuman itu diperkirakan terjadi sekitar Sabtu pukul 03.20 WIB.
Penjelasan ahli vulkanologi
Sementara itu, ahli vulkanologi dari PVMBG, Surono, menyampaikan, ia belum mengetahui sumber suara dentuman yang dimaksud oleh sejumlah warganet. Namun, ia menganggap suara tersebut disinyalir dari adanya letusan GAK.
“Saya terus terang tidak tahu sumber suara dentuman tersebut, kecuali yang paling mungkin adanya letusan GAK yang meletus beruntun pagi ini,” ujar Surono saat dikonfirmasi terpisah oleh Kompas.com, Sabtu (11/4/2020).
Pria yang akrab disapa dengan Mbah Rono ini menyampaikan, hal yang paling berbahaya dari letusan gunung api muda yakni adanya longsoran pemicu tsunami yang terjadi pada Desember 2018.
Adapun longsoran tersebut terjadi lantaran untuk menambah bentuk gunung agar lebih tinggi dan besar. “GAK mengikuti hukum kodrat alam, sering meletus seperti dulu, pernah satu tahun tidak berhenti, guna membangun tubuhnya supaya tinggi dan besar,” ujar Mbah Rono.
Sementara itu, Mbah Rono menjelaskan, saat GAK meletus besar, GAK tidak akan menimbulkan tsunami besar, hanya longsorannya yang dapat memicu tsunami. Dari kejadian pagi ini, Mbah Rono menyampaikan, terjadinya letusan kemarin mengapa justru diributkan saat ini, bukan ketika GAK selama satu tahun meletus secara terus-menerus?
Menurut dia, letusan GAK menjadi daya tarik wisata minat khusus, di mana para wisatawan sudah paham bagaimana aturan menonton kejadian alam tersebut. “Siapa yang menikmati atraksi alam GAK? Beberapa kapal pesiar internasional mewah, kita sempat diundang naik kapal tersebut dan menceritakan mengenai ibunya alias Gunung Krakatau yang nakal dengan tsunaminya, sementara si anak yang dinamis ingin cepat besar dengan cara meletus,” terang Mbah Rono.
Terkait kisah itulah perbedaan antara fenomena alam, Mbah Rono menganggap fenomena tersebut dapat menjadi tontonan, bukan untuk ditakuti.
Terkait dentuman, ia hanya berkomentar bahwa saat malam hari yang sepi, semua orang mengisolasi diri, suara dari kendaraan lenyap terimbas virus corona. Oleh karena itu, dentuman GAK membahana, mengusir sepi. Karena itulah alam. “Pernah saya dipanggil Gubernur Banten, Ibu Atut, karena jika malam masyarakat khawatir dengan suara dentuman GAK.
Saya jawab, siang juga ada dentuman, tidak terdengar karena bising kendaraan dan lainnya,” lanjut Mbah Rono. Ia mengimbau masyarakat tidak perlu takut, karena Indonesia memiliki banyak gunung api, ini yang menjadi daya tarik jika dibandingkan negara lain.(*)