SURABAYAONLINE.CO, GRESIK- Gara gara tambak seluas 4,8 hektar warisan orang tuanya tiba-tiba berpindah tangan, Syaifudin, warga Desa Manyar Sidorukun Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, bakal menggugat Kepala Desa (Kades) dan mantan Kades Manyar Sidorukun
Yang semakin membuat Syaifuddin dan ahli waris lainnya mangkel, tambak tersebut masih sesuai catatan buku C Desa Manyar Sidorukun C Desa Nomor 430 persil 43 Kelas dt III. Bahkan, bukti otentik kepemilikan tambak berupa surat Petok D sampai saat ini masih ditangannya dan nama yang tertera di Petok D masih nama orang tuanya, yaitu Mat Sapari.
“Saya juga sudah kroscek ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan mendapat kepastian kalau tanah tersebut masih sah milik keluarga saya berdasarkan Petok D yang saya pegang,” ujar Syaifuddin.
Syaifuddin bahkan sengaja bersama sejumlah wartawan, mendatangi Kades Manyar Sidorukun Suudin, untuk meminta kepastian soal jual beli tambak tersebut, Rabu (22/4).
Dihadapan wartawan dan ahli waris, Kades Suudin tetap keukeuh kalau tanah yang dipermasalahkan ahli waris Mat Sapari tersebut sesuai buku Letter C Desa, sudah berpindah tangan.
Bahkan ia menyakinkan, sebelum dirinya menjabat status tanah tersebut sesuai letter C Desa sudah pindah tangan atau nama orang lain.
“Kami hanya meneruskan keputusan kades sebelumnya. Pembeli terakhir saya dengar Haji S, warga Gresik. Kayaknya akan dijual lagi ke JIIPE,” ujarnya.
Ahli waris lainnya, Syaiful Himam menceritakan tanah tersebut, awalnya milik neneknya, Markamah, kemudian diwariskan kepada Mat Sapari pada tahun 1956.
Tetapi pada tahun 1971, tambak yang luas sejatinya mencapai 6,8 hekttar itu dirampas Kades Manyar Sidorukun H. Abdul Karim. Setahun kemudian, lahan itundijual Karim kepada H Kanan yang kemudian diwariskan kepada H. Zainudin.
Kemudian pada tahun 2014, tanah itu dijual H Zaenuddin kepada perantara berinisial S untuk lahan pengadaan proyek Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE). “Kabarnya, Zainudin baru dikasih uang muka Rp 1 miliar,” terangnya.
Diakuinya, para ahli waris baru berani mempermasalahkan kasus ini karena sejak tahun 1971 hingga akhir 2019, surat Petok D sempat hilang.
“Alhamdulillah menjelang akhir tahun lalu, Petok D nya ketemu. Baru kita berani melacak, baik ke BPN mauoun ke Kades, meski terkesan kades menyembunyikan sesuatu atas transaksi jual beli yang jelas-jelas tidak sah karena surat atas tanah tersebut masih kita kuasai dan masih atas nama pemilik sah,” tegasnya. (san)