Oleh:
Tofan Mahdi
(Praktisi Komunikasi/ Penikmat Film dan Sejarah)
SURABAYAONLINE.CO – Bagaimana sebuah kekaisaran yang bertahta selama 300 tahun runtuh di tangan rakyatnya sendiri? Membaca dan mempelajari perjalanan hidup Dinasti Romanov terakhir, Tzars Nicholas II, melalui buku maupun film, memberikan kita sebuah pelajaran tentang arti penting sebuah kepemimpinan politik yang kuat. Bahkan dalam sebuah sistem politik yang otoriter (seperti monarki absolut) tetap dibutuhkan sebuah kepemimpinan politik yang kuat.
Sejarah dan konstelasi politik dunia saat ini mungkin akan sangat berbeda seandainya Dinasti Romanov tidak jatuh. Uni Soviet, negara komunis pertama, pasti tidak akan berdiri. Tentu negara komunis lain juga tidak: termasuk Korea Utara, Vietnam, RRT, juga Kuba. Mungkin juga Jerman tidak akan pernah kalah dalam Perang Dunia II. Tidak pernah ada tembok Berlin. Bisa jadi, Amerika (AS) tidak menjadi negara adidaya, Kennedy tidak ditembak mati, dan tidak ada Perang Korea atau Perang Vietnam. Dan, mungkin saja, tidak pernah ada peristiwa G30S/ PKI di Indonesia, Soekarno tidak pernah lengser sebagai presiden sampai akhir hayatnya, dan mungkin tidak pernah ada catatan sejarah Jenderal Soeharto menjadi seorang presiden selama 32 tahun pada sebuah negara bernama Indonesia. Dan mungkin juga, seandainya sekutu tidak menang dalam Perang Dunia II, belum tentu ada negara bernama Indonesia.
Tapi semua itu hayalan. Takdir dunia telah ditetapkan seperti yang kita lihat dan rasakan sekarang. Dan pendulum sejarah dunia modern mulai berdetak sekitar dua dekade sebelum pecahnya Perang Dunia I dari sebuah negara bernama Rusia.
Dinasti Romanov Terakhir
Saya tidak akan menuliskan tentang sejarah Tzar Rusia yang berdiri sekitar tahun 1600an. Di sini saya akan mengulas gaya kepemimpinan Dinasti Romanov terakhir, Tzars Nicholas II. Bagaimana gaya kepemimpinan politiknya, bagaimana pengaruh keluarga, bagaimana peran para pembisik dan orang-orang kepercayaan di sekitar Tzar, serta yang terpenting adalah bagaimana keputusan politik Sang Tzars di tengah situasi politik, ekonomi, dan sosial yang sedang kritis menjelang dan pada saat meletusnya Perang Dunia I (1914-1917). Referensi tulisan ini sebagian besar saya sarikan dari film serial dokumenter di Netflix berjudul The Last Tzars.
Sejak diangkat menjadi Tzars menggantikan ayahnya Tzars Alexander III yang meninggal mendadak, banyak lingkungan dekat istana yang meragukan kemampuan Nicholas II untuk memimpin Rusia. Rusia saat itu adalah salah satu negara besar di dunia selain Kesultanan Ustmaniyah. Wilayah kekuasaan Rusia mencapai seperenam dari seluruh luas daratan dunia mulai dari sebagian besar wilayah Eropa hingga ke daratan Tiongkok dan sebagian wilayah di Timur Tengah. Meski sempat menyampaikan ketidaksanggupannya kepada sang paman Sergei, Nicholas tetap diangkat sebagai Tzars pada tahun 1894 atau saat Nicholas berusia 26 tahun. Pada tahun yang sama, tak lama setelah dinobatkan sebagai Tzars, Nicholas II menikahi kekasihnya Alexandra Feodrovna, seorang wanita warga negara Jerman yang tidak bisa berbahasa Rusia.
Memimpin di tengah ketidakpercayaan, Tzars Nicholas alih-alih berusaha memperoleh kembali kepercayaan tersebut. Berbagai tindakan yang diambil justru menjadi blunder. Termasuk pilihan menikahi Alexandra yang dianggap publik Rusia mata-mata Jerman dan kemudian diketahui sangat mempengaruhi berbagai keputusan politik yang diambil Tzars Nicholas II.
Malapetaka petama terjadi pada saat Nicholas II berpidato pada pengangkatannya sebagai Tzars. Meskipun pada saat itu di berbagai belahan dunia lain telah terjadi demonarkisasi menuju pemerintahan yang lebih demokratis (partisipasi rakyat dalam politik), Nicholas II justru memilih tetap mempertahankan sistem politik otoritarian di mana kekuasaan politik mutlak berada di tangan Tzars. Banyak penasihat Nicholas II yang menyayangkan keputusan yang diduga didorong oleh Sergei, sang paman, tersebut.
Malapetaka kedua terjadi pada saat acara penobatan Nicholas II sebagai Tzars pada 1896. Maksud hati mengundang ratusan ribu warga Rusia untuk datang dalam acara penobatan tersebut dan membagikan suvenir. Sayangnya, Sergei sang paman yang didapuk sebagai ketua panitia, tidak menyiapkan acara dengan baik. Bukan ratusan ribu, lebih satu juta warga Rusia hadir pada acara penobatan sekaligus berharap mendapatkan suvenir dari keluarga Tzars. Karena tidak diantisipasi, acara kerumunan massa berubah menjadi malapetaka karena suvenir yang tersedia tidak cukup. Satu juta orang berdesak-desakan untuk mendapatkan suvenir. Yang terjadi justru malapetaka, ratusan ribu orang terinjak-injak. Lebih dari seribu orang tewas dan puluhan ribu orang terluka dalam peristiwa tersebut. Sayangnya, Tzars Nicholas II memutuskan tetap mengadakan kegiatan penobatan dan dia tidak sekejap pun menengok para korban tewas maupun luka meskipun itu terjadi di depan istana dia yang megah di kota St Petersburg. Inilah awal turunnya simpati masyarakat Rusia terhadap Tzars Nicholas II.
Tahun-tahun berikutnya Rusia tidak pernah lepas dari gejolak. Mulai dari kalah perang dari Jepang pada 1904, percobaan pembunuhan terhadap Nicholas II, krisis ekonomi yang mengakibatkan kelaparan, keterlibatan Rusia dalam Perang Dunia I dan kalah, hingga munculnya gerakan perlawanan anti Tzars yang dimotori aktivis revolusioner seperti Vladimir Lenin dan Joseph Stalin. Terhadap berbagai perlawanan ini, Tzars Nicholas II memilih tindakan represif. Banyak korban tewas pada berbagai demonstrasi di depan Istana Alexander (tempat tinggal Tzars dan keluarga). Lenin sendiri diasingkan ke Swiss dan Stalin ditahan di sebuah wilayah di Siberia.
Alexandra dan Pengaruh Rasputin
Secara umum, Tzars Nicholas II memiliki kepribadian yang baik. Sangat hormat kepada ibunya dan sangat mencintai istrinya. Nicholas II digambarkan sebagai sosok yang kalem dan tidak meledak-ledak. Sayangnya, nasib baik tidak berpihak kepada penerus tahta Romanov terakhir ini.
Sebagaimana lazimnya seorang raja, tentu dia sangat mendambakan kehadiran anak laki-laki yang akan menjadi pewaris tahta. Namun empat anak pertama yang dilahirkan permaisuri (Tzarina) Alexandra adalah perempuan: Olga (1895), Tatiana (1897), Maria (1899), dan Anastasia (1901). Tentu saja, ini membuat frustasi Alexandra.
Hingga akhirnya datanglah seorang pendeta, lebih tepatnya sebagai seorang paranormal, yang masuk ke Istana Alexander. Paranormal yang berasal dari sebuah desa di Siberia ini bernama Grigori Rasputin. Rasputin sangat dipercaya oleh Alexandra, semacam penasihat spiritual. Apalagi setelah kelahiran anak kelima mereka: Alexei (1904), seorang laki-laki.
Namun kebahagiaan atas kelahiran Alexei tidak berlangsung lama. Ini setelah Alexei diketahui mengidap penyakit hemofolia. Pernah bayi Alexei menangis mengalami demam hebat, namun bisa ditenangkan oleh Rasputin. Sejak saat itu, Rasputin menjadi inner circle dalam keluarga Tzars Nicholas II. Segala keputusan besar soal keluarga, terutama oleh Alexandra, akan dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Rasputin. Bahkan, pada titik tertentu, Alexandra lebih percaya kepada Rasputin daripada kepada Tzars Nicholas II. Ini adalah blunder dan malapetaka kesekian yang dilakukan keluarga kerajaan ini.
Rasputin sendiri dikenal memiliki reputasi yang buruk di mata publik. Dianggap sebagai dukun cabul. Kedekatan Alexandra dengan Rasputin menjadi santapan empuk bagi lawan-lawan politik untuk menyerang nama baik Tzars Nicholas II dan keluarga. Banyak black campaign yang mengeskploitasi kedekatan Alexandra dan Rasputin. Namun Tzars Nicholas II tetap mencintai dan percaya kepada Tzarina Alexandra.
Puncaknya, saat pecah Perang Dunia I, Tzars Nicholas II memilih untuk memimpin pasukan di medan perang. Dan urusan pemerintahan diserahkan kepada Tzarina Alexandra, meskipun sudah dicegah oleh Ibunda Tzars Nicholas II. Di bawah kepemimpinan Alexandra, pada saat kondisi ekonomi sosial politik Rusia kacau balau, pemerintah Rusia semakin kehilangan kredibilitasnya. Apalagi lawan politik dan publik meyakini bahwa semua keputusan Tzarina Alexandra adalah atas masukan dari Rasputin. Menteri-menteri yang kompeten diganti dengan alasan yang sangat subjektif. Hal ini tidak saja meresahkan publik tetapi juga keluarga dan lingkungan terdekat istana. Klimaksnya, Rasputin diracun dan ditembak mati oleh salah seorang sepupu Tzars Nicholas II. Alexandra mengalami depresi apalagi mengingat keyakinan dia bahwa kesehatan dan keselamatan anak lelakinya karena kehadiran Rasputin.
Jatuh ke Tangan Bolshevik
Rusia semakin bergolak dan pemerintahan di bawah Tzarina Alexandra semakin tidak bisa mengendalikan situasi. Demo menuntut perubahan semakin meluas di Rusia. Sementara itu di medan perang, para prajurit Rusia mulai frustasi. Perang tak bisa dimenangkan dan ratusan ribu tentara Rusia mati. Kabar bahwa demo anti pemerintah di St Petersburg semakin keras, membuat banyak tentara di medan perang memilih desersi.
Dan akhirnya, St Petersburg jatuh. Kelompok Bolshevik didukung rakyat dan sekarang tentara serta polisi berhasil menduduki Istana Alexander. Meskipun pernah diminta agar segera meninggalkan istana oleh para penasihat politik dan militer, Tzarina Alexandra tetap bertahan di dalam istana dengan alasan kesehatan Alexei tidak memungkinkan dan menunggu sang suami Tzars Nicholas II datang.
Mendapat kabar St Petersburg jatuh, Tzar Nicholas II memilih untuk mendatangi keluarganya meskipun disarankan oleh para jenderalnya untuk meninggalkan Rusia, ke Inggris salah satunya. Karena Tzar Rusia ini masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Keluarga Kerajaan Inggris. Di sinilah kita tahu, terlepas dari semua kekurangan dan lemahnya kepemimpinan politik yang dimiliki, Tzars Nicholas II adalah seorang yang sangat mencintai keluarga. A real family man. Begitu pula Tzarina Alexandra, sangat mencintai keluarganya. Di tengah tekanan politik yang kuat, pada 15 Maret 1917 di atas kereta yang membawanya pulang, Tzars Nicholas II menandatangani surat untuk lengser (abdication) sekaligus mengakhiri kekuasaan keluarga Romanov setelah 300 tahun berkuasa di Rusia. Dan Rusia berubah menjadi negara komunis pertama di dunia dengan nama Uni Soviet.
Sejak Maret 1917 hingga Juli 1918; Nicholas II, Alexandra, Olga, Tatiana, Maria, Anastasia, Alexei, dan keempat pembantu dekatnya yang menolak meninggalkan Keluarga Tzars Nicholas, ditahan oleh pasukan Bolshevik (komunis) di tiga tempat berbeda. Mulai di Istana Alexander, di Siberia, dan terakhir di sebuah rumah yang diberi nama The House of Special Purpose (Rumah untuk Tujuan Khusus) di Ekaterinburg.
Nasib Nicholas II dan keluarganya menjadi salah satu misteri terbesar di dunia hingga jatuhnya komunis dan runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991. Presiden Federasi Rusia yang pertama Boris Yeltsin memerintahkan dilakukan investigasi penuh mengungkap nasib keluarga Tzars terakhir tersebut. Hingga akhirnya terungkap bahwa Nicholas II, istrinya Alexandra, kelima anaknya, dan empat pembantu mereka tewas ditembak mati dalam eksekusi tengah malam oleh pasukan Bolshevik pada salah satu ruang di The House of Special Purpose di Ekaterinburg pada 17 Juli 1918. Setelah ditemukan kerangkanya di sekitar lokasi penembakan, tepat 80 tahun kemudian (17 Juli 1998), kerangka Nicholas II dan seluruh keluarganya dimakamkan di Gereja Santo Paulus dan Petrus St Petersburg Rusia. (tofan.mahdi@gmail.com)