Minke.id, Malang – Malang, kota yang terkenal dengan ragam kulinernya, memiliki satu makanan tradisional yang masih bertahan di tengah derasnya serbuan kuliner modern. Jipang, camilan berbahan dasar beras dan gula pasir, menjadi salah satu ikon kuliner tradisional yang diminati banyak orang, khususnya di Dusun Sumberbeji, Desa Kranggan, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.
Meski tergolong makanan lawas, popularitas jipang tak pernah surut. Hal ini terbukti dari tingginya omzet para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) pembuat jipang di daerah tersebut. Lasmini (54), salah satu pelaku UMKM yang telah menggeluti usaha ini selama bertahun-tahun, mengungkapkan bahwa omzet hariannya bisa mencapai Rp 3,5 juta. Jika dikalkulasikan, pendapatan bulanan Lasmini mencapai Rp 105 juta.
“Setiap hari saya mengolah sekitar 1 kuintal beras untuk dijadikan jipang. Namun sebelum diolah, beras harus didiamkan terlebih dahulu selama 12 bulan agar kualitasnya bagus,” ujar ibu dua anak ini.
Dalam proses pembuatannya, beras yang telah disiapkan dicampur dengan setengah kuintal gula pasir. Setelah itu, adonan ini dibentuk menjadi berbagai ukuran, seperti balok atau bulat, dan diberi warna menarik seperti hijau atau oranye. Dari satu kuintal beras, Lasmini mampu menghasilkan sekitar 250 bal jipang, dengan setiap bal berisi 50 potong jipang.
“Satu bal kami jual dengan harga Rp 14.000. Ada juga yang kami kemas dalam satu pak kecil seharga Rp 2.800,” tambahnya.
Meski terkesan sederhana, ukuran dan harga jipang bergantung pada fluktuasi harga bahan baku di pasaran. Misalnya, saat Hari Raya Idul Fitri atau Natal dan Tahun Baru, ukuran jipang sedikit diperkecil dari 5 sentimeter menjadi 4,5 sentimeter untuk menyesuaikan harga.
Selain dijual di Malang Raya, jipang buatan Lasmini juga sudah merambah pasar di luar kota, seperti Kabupaten Pasuruan. Namun, untuk pemasaran, Lasmini masih mengandalkan testimoni dari mulut ke mulut.
Jipang bukan hanya makanan tradisional, tetapi juga simbol ketekunan dan kreativitas masyarakat Malang. Dalam setiap potongnya, tersimpan cerita perjuangan UMKM lokal yang terus menjaga warisan kuliner tradisional agar tetap lestari di tengah modernisasi.