SURABAYAONLINE.CO, Sumenep– Fron Aksi Mahasiswa Sumenep (FAMS), suarakan penolakan terhadap rencana tambang fosfat di Kabupaten Sumenep Madura, Jawa Timur dalam forum One Billion Rising (OBR).
One Billion Rising (OBR) “Kebangkitan Satu Miliar” merupakan gerakan global yang dimulai sejak 2012 sebagai bagian dari kampanye, untuk membawa kesadaran pada tingginya jumlah pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan melalui tarian.
OBR dilaksanakan setiap tahun nya bertepatan dengan Hari Valentine atau hari kasih sayang 14 Februari dan sudah diikuti 200 negara di seluruh dunia, di Indonesia pada tahun 2021 ini OBR dilakukan secara virtual dikarenakan masih dalam situasi pandemi dan diikuti 34 organisasi dalam negeri serta satu organisasi yang berbasis di Hongkong.
Menurut Ketua Front Aksi Mahasiswa Sumenep (FAMS) Agus Wahyudi mengatakan, membawa isu penolakan fosfat dalam forum global merupakan bagian dari upaya FAMS sebagai entitas gerakan, untuk menggalang solidaritas rakyat di seluruh dunia agar ikut menyuarakan penolakan fosfat di Kabupaten Sumenep
“Membangun solidaritas, agar rakyat di Indonesia dan dunia mengerti tentang persoalan di Sumenep,” katanya selepas kegiatan OBR. Minggu 14/02/2021
FAMS secara organisasi melihat, memiliki berapa dampak yang akan merugikan masyarakat di Kabupaten Sumenep. Pertama pertambangan fosfat akan membutuhkan lahan yang tidak sedikit, sehingga akan terjadi alih fungsi lahan pertanian secara besar-besar.
Sedangkan lahan merupakan alat produksi utama bagi petani. Tentu kalau ini dilakukan menurut dia, akan banyak masyarakat yang berprofesi sebagai petani akan menjadi pengangguran. Apalagi mayoitas perempuan di Kabupaten Sumenep juga berprofesi sebagai petani dan akan terancam kehilangan pekerjaan akibat pertambangan fosfat
“Mayoritas rakyat termasuk perempuan yang berprofesi petani akan kehilangan pekerjaan,” terangnya
Kedua, tambang fosfat akan menyebabkan bencana ekologi, perampasan ruang hidup masyarakat akibat aktivitas pertambangan. Kalau dilihat ekplorasi fosfat ini akan menghancurkan gugusan bebatuan kars atau pegunungan yang merupakan tempat serapan air. Tentu dalam jangka panjang akan mengakibatkan bencana alam berupa, banjir, kekeringan dan longsor.
“Harusnya, pemerintah melakukan kajian secara komperhensif dan substainabele terlebih dahulu. Lingkungan kalau sudah rusak susah diperbaiki, harus menggunakan langkah preventif. Karena pertambangan fosfat ini akan menciptakan bencana ekologi yang sangat merugikan masyarakat,” tandasnya
Terkhir, rencana ekspolari pertambangan fosfat patut diduga merupakan tindakan melawan hukum. Karena kata Agus, gugusan bebatuan kars sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Unesco dan di Indonesia ditetapkan sebagai area konservasi yang tidak diperbolehkan ada aktivitas pertambangan.
“Karas termasuk dalam kawasan lindung nasional, itu bisa dijumpai dalam pasal 52,53 dan 60 PP Nomor 26 tentang Rencana Tata Ruang Wilayan Nasional,” jeoasnya
Harusnya kata agus, Pemerintah Kabupaten Sumenep melakukan Reforma Agraria ketika ingin menibgkat Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan memberikan subsidi dan akses seluas-luasnya sarana prasarana produksi pertanian bagi petani. Karena, serapan tenaga kerja terbesar berada di kabupaten ujung timur Pulau Madura itu berada pada sektor agraria. Bukan justru, menurut dia membuat kebijakan yang akan mengganggu sektor utama itu dengan berencana memperluas lokasi pertambangan fosfat.
“Untuk itu FAMS, menolak dengan tegas pertambangan fosfat, ” tegasnya
Seperti diketahui, Pemerintah Kabupaten Sumenep berencana akan menambah lokasi peruntukan pertambangan dalam review RTRW 2013-2033, dari yang sudah ada di draf 8 kecamatan luas konsesi 826 hektar dan akan mebgajukan 9 kecamatan lain nya. Hingga total 17 kecamatan jika disetujui. Thofu