SURABAYAONLINE.CO, Jakarta – Pelaku UMKM dinilai membutuhkan pendampingan terintegrasi. Seperti keberpihakan pada pembiayaan murah, proteksi pasar dalam negeri terhadap produk impor dan digitalisasi. Untuk itu, diperlukan dukungan perbankan guna menjaga keberlangsungan UMKM.
“UMKM membutuhkan pembiayaan murah karena gap pembiayaan masih cukup lebar, termasuk sektor mikro. Usaha mikro membutuhkan dukungan program pembiayaan tidak hanya melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR), tetapi program-program pemerintah dan lembaga keuangan lainnya dengan suku bunga relatif lebih murah,” kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, Jumat (27/1).
Dia mengatakan, UMKM juga membutuhkan perlindungan pasar. Terutama dari gempuran barang-barang impor yang murah dan menyasar segmen produk yang sama dengan UMKM. Gempuran produk impor tersebut dapat mengancam keberlangsungan usaha UMKM.
“Dari sisi kebijakan, perlu ada kepastian soal pelaksanaan 40% pengadaan barang dan jasa pusat dan daerah dengan menggunakan produk UMKM. Mereka jangan sampai berubah menjadi UMKM jasa. Artinya reseller, droshipper. Ini serapan tenaga kerjanya tidak maksimal,” tegasnya.
Menurut dia, UMKM berkontribusi pada Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 60 persen dan serapan tenaga kerja 97 persen.
“UMKM selalu menjadi juru selamat dalam menghadapi situasi krisis, termasuk resesi global. Dengan karakternya yang mudah beradaptasi dan didukung program pendampingan dan pembiayaan multipihak, UMKM bakal mempertahankan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.
Bhima Yudhistira mengatakan, resesi ekonomi global memiliki dampak kecil terhadap ekonomi nasional. Pasalnya, kontribusi ekspor untuk ekonomi Indonesia relatif terbatas. Kondisi ini menyebabkan ekonomi Indonesia tahun ini tetap akan bertumbuh, terutama didukung UMKM.
Terkait digitalisasi, Bhima mengatakan, banyak UMKM yang literasi digitalnya masih rendah. Serta akses digital dan coverage internet masih terbatas. Riset membuktikan bahwa hanya 1 persen UMKM atau rumah tangga miskin menggunakan internet untuk meningkatkan pendapatan. Dengan demikian, banyak UMKM belum masuk dalam rantai pasok digital.(*)