SURON.CO, Surabaya – Keluhan pelaku UMKM rumahan yang paling banyak dirasakan adalah manajemen keuangan yang tidak terstruktur dengan baik. Ada pula yang tidak memiliki pembukuan yang jelas. Lantas seperti tipsnya?
Pelaku UMKM rumahan biasanya masih mencampur dana operasional bisnis dengan dana kebutuhan pribadi. Alhasil, pelaku UMKM rumahan tersebut sulit berkembang bahkan sulit naik kelas.
Mentor UMKM Yustinus Dwi Atmojo menekankan soal kedisiplinan manajemen keuangan bagi pelaku UMKM jika ingin bisnisnya berkembang pesat. Dalam hal ini, disiplin memisahkan dana usaha dengan dana kebutuhan pribadi. Andaikata hasil usaha kurang besar, maka perlu dilakukan inovasi bisnis. Bukan dengan berhemat.
”Jadi kalau cuma berhemat, pasti ada batasnya. Maka perlu diperbesar hasilnya, bisa dengan promo, menekan biaya produksi, meningkatkan omzet dan profit. Baru setelah itu dikelola uangnya,” ujarnya.
Menurutnya, pelaku usaha itu hasilnya dari profit bisnis. Problemnya, bukan hemat atau tidaknya. Mau hemat seperti apapun, kalau hasilnya kurang, malah justru memperparah kondisi keuangan. Artinya, PR besar pelaku usaha adalah memastikan hasil bisnisnya tinggi. ”Caranya dengan promo yang tepat dan efisien. Setelah hasilnya tinggi, baru dikelola, pisahkan uang usaha dan uang pribadi,” sambungnya.
Yustinus mewanti-wanti, yang boleh dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari hanya uang pribadi. Jika terpakai uang usaha, maka statusnya adalah meminjam. Sehingga harus dikembalikan. Kalau jatah uang pribadi kurang, berarti perbesar lagi hasil usaha dengan promo.
”Ketika hasil usaha sudah cukup, mulai memikirkan menciptakan penghasilan baru agar lebih sejahtera dan melipatgandakan hasil. Maka seorang pengusaha tidak mungkin semua dikerjakan sendiri. Harus ada yang bantu produksi dan jualan,” imbuhnya.
Tujuannya, supaya waktu pengusaha hanya fokus pada analisa bisnis dan peningkatan hasil. Termasuk perencanaan untuk menciptakan lebih dari satu penghasilan. Ambil contoh, dengan buka cabang atau buka usaha baru.
”Efeknya, uang pribadi dari hasil usaha makin bertambah. Nah, jangan lupa melakukan investasi. Ini berperan menjadi back up usaha kalau suatu saat rugi, akan tertolong dari kenaikan investasi,” ujarnya.
Selain itu, strategi marketing yang dipilih UMKM harus tepat. UMKM yang tidak mengikuti perubahan pola atau budaya customer, lanjut Yustinus, strategi marketingnya hanya stuck di itu-itu saja. Imbasnya, market akan jenuh. Kalau sudah jenuh, customer akan berpindah cara pembeliannya.
”Yang penting lainnya soal manajemen keuangan. Keuangan yang tidak terkelola itu nanti akan menjadi pemborosan di cost. Tidak terukur, tidak ada konversi antara budget marketing dengan hasil. Tidak ada perbandingan antara target dan achievement. Itu yang sering jadi kelemahan dari UMKM,” katanya.
Yustinus menekankan, UMKM ke depan wajib belajar strategi manajemen keuangan. Agar cash flow tetap sehat. Efeknya, laporan keuangan tetap positif. Kalau pun terjadi penurunan penjualan, selama fix cost juga turun, maka kondisi akan tetap baik baik saja.(*)