Minke.id – Dampak pandemi Covid-19 masih dirasakan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), termasuk pengrajin sepatu kulit lokal di Desa Sengguruh, Kecamatan Kepanjen. Salah satunya adalah Pitono, pelaku UMKM yang menggeluti produksi sepatu dan sandal kulit asli sejak 2010.
Sebelum pandemi, Pitono mampu menjual hingga 30 pasang sepatu dan sandal setiap harinya. Namun, setelah Covid-19 melanda, jumlah penjualan anjlok drastis menjadi hanya 10 pasang per hari. Kondisi ini turut berimbas pada jumlah tenaga kerja yang harus dikurangi dari 40 menjadi hanya 10 orang.
“Ramai-ramainya hanya pada 2017–2018. Setelah itu Covid-19, penjualan semakin menurun. Sempat naik sedikit, tapi sekarang kembali turun lagi,” ujar Pitono saat ditemui beberapa waktu lalu.
Pitono menjelaskan bahwa sistem pemasaran yang berubah menjadi salah satu penyebab utama turunnya penjualan. Sebelumnya ia memasarkan produknya langsung ke perusahaan, namun kini hanya mengandalkan relasi perorangan akibat ketatnya persaingan dengan produk lokal maupun impor yang lebih gencar dipasarkan secara online.
“Saya juga kurang memahami teknologi. Jadi sekarang masih kalah dengan barang-barang impor yang dijual online,” keluhnya.
Meski terpuruk, UMKM sepatu kulit ini tetap berkomitmen menjaga kualitas produknya. Sepatu dan sandal buatan Pitono terbuat dari kulit sapi asli dengan desain yang terus diperbarui. Harganya pun terjangkau, mulai dari Rp 75.000 untuk sandal, Rp 120.000 untuk sepatu biasa, hingga Rp 200.000 untuk sepatu safety.
Produksi sepatu lebih banyak ditujukan untuk laki-laki, sementara produk sandal dibuat seimbang untuk pria dan wanita. Menariknya, permintaan untuk sepatu safety mulai menunjukkan peningkatan.
“Sekarang saya kerja sama dengan sekolah-sekolah seperti SMK untuk pemasaran sepatu safety. Target pasar beralih dari perusahaan ke sekolah. Saya pelan-pelan mulai cari pasar baru,” ujar Pitono optimistis.
Kisah UMKM seperti Pitono menjadi cerminan tantangan yang dihadapi banyak pelaku usaha kecil pasca pandemi. Perlu dukungan dari berbagai pihak untuk memperkuat digitalisasi, pelatihan teknologi, serta membuka akses pasar yang lebih luas agar produk lokal seperti sepatu kulit Kepanjen dapat bersaing di era modern.