Minke.id – Kabupaten Jember hingga kini belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Padahal, berdasarkan data JSatuData milik Pemerintah Kabupaten Jember, jumlah pelaku usaha mikro di daerah ini mencapai 514.859 unit.
Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Jember, Agus Khoironi, menyebut ketiadaan perda UMKM sebagai pekerjaan rumah besar bagi parlemen daerah.
“Di beberapa kabupaten sudah muncul perda itu. Tidak hanya di Bondowoso, bahkan DKI Jakarta, Yogyakarta, dan Malang sudah memiliki perda UMKM,” ujar Agus di Jember, Rabu (8/10/2025).
Agus mengakui, baik eksekutif maupun legislatif di Jember agak tertinggal dalam menyiapkan regulasi tersebut. “Banyak sekali PR buat Jember sebenarnya terkait perda. Kesiapan menuju perda-perda yang kita rancang itu kadang belum matang, terutama dari Bappeda,” ucapnya.
DPRD Jember saat ini tengah memburu waktu untuk menuntaskan enam rancangan perda (raperda) yang sudah lama tertunda.
“Harapan kami, enam raperda itu bisa selesai tahun ini. Karena ada yang sudah tertunda sampai tiga tahun, bahkan empat tahun,” kata Agus.
Ia menekankan pentingnya komunikasi intensif dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) agar percepatan pembentukan perda berjalan efektif. “Bagaimanapun Bappeda adalah dapurnya pemerintahan Jember,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jember Widarto mendukung penuh percepatan pembentukan perda UMKM. Menurutnya, sektor ini berperan vital dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
“Kalau kita lihat dari data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dua sektor terbesar di Jember adalah pertanian dan perkebunan sekitar 25 persen, disusul industri pengolahan sebesar 21 persen,” jelasnya.
“Industri pengolahan itu identik dengan UMKM. Maka kalau dua sektor ini disentuh dengan kebijakan yang tepat, insyaallah pertumbuhan ekonomi Jember bisa lebih optimal,” ujar Widarto.
Dengan adanya perda UMKM, DPRD berharap pelaku usaha kecil di Jember dapat memperoleh perlindungan hukum, kemudahan perizinan, serta akses permodalan yang lebih luas. Langkah ini dinilai strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi daerah berbasis potensi lokal.