Minke.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat dukungan terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui penerapan Peraturan OJK (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM. Meski baru diterbitkan, aturan ini masih perlu disosialisasikan ke berbagai daerah agar implementasinya berjalan optimal.
Kepala OJK Malang, Farid Faletehan, mengatakan sejumlah daerah sudah mengajukan permintaan untuk dilakukan sosialisasi teknis.
“Memang aturan itu baru. Sejumlah daerah meminta untuk diberi sosialisasi. Termasuk di Jatim nanti kita akan mengumpulkan Perbarindo (Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia) agar mereka memahami teknis penerapannya,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (7/10/2025).
Farid menjelaskan, kemudahan pembiayaan bagi UMKM tetap menjadi kewenangan masing-masing bank. Namun, melalui POJK ini, OJK ingin memastikan agar setiap lembaga keuangan memiliki panduan yang jelas dan berpihak kepada pelaku usaha kecil. Ia mencontohkan, meski dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) terdapat kategori debitur dengan kredit bermasalah, keputusan pemberian akses pembiayaan tetap tergantung kebijakan bank.
POJK UMKM ini diharapkan mampu memperkuat peran UMKM sebagai penggerak ekonomi nasional, sejalan dengan agenda Asta Cita Pemerintah dalam menciptakan lapangan kerja, pemerataan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan.
Data OJK mencatat, total kredit perbankan nasional per Juli 2025 tumbuh 7,03 persen (yoy) menjadi Rp8.043,2 triliun. Namun, pertumbuhan kredit UMKM hanya 1,82 persen, jauh di bawah kredit korporasi yang naik 9,59 persen. Hal ini menunjukkan akses UMKM terhadap pembiayaan masih perlu diperluas.
Di wilayah kerja OJK Malang, kinerja kredit UMKM justru menunjukkan tren positif. Per 31 Agustus 2025, porsi kredit UMKM mencapai 33,93 persen atau sekitar Rp36,92 triliun dari total kredit di tujuh kabupaten/kota.
“Pertumbuhan kredit UMKM di wilayah kami mencapai 5,32 persen. Ini angka yang besar dan menunjukkan sektor usaha kecil cukup tangguh,” terang Farid.
Secara regional, Kota Batu menjadi daerah dengan porsi kredit UMKM tertinggi mencapai 51,89 persen, disusul Kabupaten Malang (39,46 persen) dan Kota Malang (37,63 persen). Namun, dua wilayah masih tertinggal, yakni Kota Probolinggo (18,52 persen) dan Kabupaten Probolinggo (24,22 persen).
“Ada beberapa wilayah dengan porsi kecil, seperti Kota dan Kabupaten Probolinggo, yang memang masih perlu peningkatan,” tambah Farid.
OJK menilai capaian 33,9 persen sudah di atas batas minimal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Setiap bank diwajibkan memiliki porsi pembiayaan UMKM minimal 30 persen. Oleh karena itu, capaian OJK Malang dinilai cukup baik.
Dari sisi lembaga, Bank Umum Konvensional (BUK) menyalurkan pembiayaan terbesar pada sektor rumah tangga senilai Rp28,82 triliun atau 28,71 persen. Bank Umum Syariah (BUS) berkontribusi Rp3,09 triliun (49,28 persen) untuk pembiayaan serupa. Sementara itu, BPR dan BPRS berfokus pada sektor perdagangan serta usaha mikro berbasis komunitas.
Beberapa sektor ekonomi juga mencatat pertumbuhan pesat, seperti pengadaan listrik dan gas (47,98 persen), pertambangan (30,53 persen), serta pendidikan (26,14 persen). Ketiganya memiliki tingkat Non-Performing Loan (NPL) terendah di bawah 0,2 persen, menunjukkan kualitas pembiayaan yang sehat.
OJK menegaskan, POJK 19/2025 menjadi langkah strategis dalam memperkuat ekosistem pembiayaan yang inklusif, sehat, dan berkelanjutan. Sosialisasi di berbagai daerah akan memastikan pelaku UMKM memahami peluang pembiayaan yang lebih mudah dan terjangkau.
“Capaian kredit 33,93 persen ini bukan sekadar angka, tapi bukti bahwa UMKM masih menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Tugas kita sekarang memastikan pemerataannya,” tutup Farid.
Dengan sinergi regulator, perbankan, dan pelaku usaha, POJK baru ini diharapkan menjadi katalis penting untuk menghidupkan kembali semangat ekonomi lokal di seluruh wilayah Malang Raya.