Minke.id — Produksi kerupuk dari industri rumahan di Desa Ardirejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, mengalami penurunan signifikan pasca-Lebaran. Salah satu pelaku UMKM, Suciarni (55), mengaku produksi harian kerupuknya turun dari 1,5 ton menjadi hanya 1 ton per hari.
“Kemungkinan ini dampak habis Lebaran. Permintaan menurun,” kata Suciarni saat ditemui di tempat usahanya, Selasa (16/4).
Kerupuk yang diproduksi Suciarni terdiri dari tiga jenis, yakni kerupuk kasandra berwarna putih, kerupuk mawar, dan kerupuk puli berwarna kuning. Produk tersebut dijual dalam bentuk mentah (krecek) maupun yang sudah digoreng.
Pasarnya pun tak hanya lokal. Kerupuk buatannya telah menembus pasar di Jember, Lumajang, hingga Bali.
Meski bahan baku seperti tepung masih tergolong stabil, naiknya harga minyak goreng menjadi tantangan utama.
“Saat ini harga minyak goreng sudah sampai Rp 18 ribu, bahkan ada yang Rp 20 ribu per kilogram,” ungkapnya.
Menurutnya, kenaikan harga minyak berdampak langsung terhadap permintaan. Karena itu, ia berharap pemerintah dapat membantu menstabilkan harga minyak goreng agar tidak semakin memberatkan pelaku usaha kecil.
“Kami berharap bisa turun sampai Rp 16 ribu per kilogram,” tambah Suciarni.
Agar tetap bertahan, ia memilih menyesuaikan ukuran kerupuk ketimbang menaikkan harga jual. Kerupuk berbentuk persegi yang biasanya berukuran 5 sentimeter, kini diperkecil menjadi 4–4,5 sentimeter.
“Kami tidak bisa menaikkan harga. Jadi solusinya, ukuran kerupuk saja yang dikurangi,” jelasnya.
Proses pembuatan kerupuk masih dilakukan secara manual. Dimulai dari mencampur tepung dan bumbu dengan air panas, menambahkan pewarna, lalu mengukus adonan. Setelah dikukus, adonan dianginkan, diiris tipis, dan dijemur. Namun, mereka juga mengandalkan mesin pengering untuk mengantisipasi cuaca.
“Jadi meskipun hujan, produksi tetap jalan karena kami punya mesin pengering,” kata Suciarni.