Minke.id, Bali – Pura Tirta Empul, terletak di Tampaksiring, Gianyar, Bali, merupakan salah satu ikon spiritual sekaligus destinasi wisata budaya yang menarik. Sebagai salah satu Pura Kahyangan Jagat yang bersifat universal, pura ini menjadi tempat pemujaan umat Hindu dari seluruh Bali dan wisatawan dari berbagai penjuru dunia.
Pura ini dikenal sebagai tempat untuk melakukan ritual pembersihan diri atau melukat, sebuah prosesi sakral untuk membersihkan diri dari energi negatif. Nama Tirta Empul sendiri berasal dari kata “Tirta” yang berarti air suci dan “Empul” yang berarti mata air. Mata air ini dipercaya memiliki kekuatan spiritual yang berasal dari kisah mitologis Hindu, terutama cerita tentang Raja Mayadenawa dan Dewa Indra.
Sejak didirikan oleh Raja Sri Candrabhaya Singha Warmadewa pada abad ke-10, Pura Tirta Empul telah menjadi simbol spiritual yang erat dengan budaya dan tradisi Bali.
Pura ini terbagi menjadi tiga bagian utama, untuk yang pertama, Nista Mandala (area luar): Tempat pembelian tiket dan penyewaan sarung serta selendang untuk menghormati kesucian pura, kedua, Madya Mandala (area tengah): Area persiapan untuk melukat, dilengkapi dengan kolam mata air suci dengan pancuran berjumlah 26 yang digunakan untuk prosesi pembersihan dan yang ketiga, Utama Mandala (area utama): Tempat persembahyangan yang hanya boleh diakses oleh umat yang hendak sembahyang.
Pengunjung yang ingin melakukan melukat dipandu oleh masyarakat setempat untuk memahami aturan dan tahapan ritual. Ritual ini melibatkan dua persembahyangan, yakni sebelum dan setelah memasuki kolam. Air pancuran di kolam digunakan sesuai dengan fungsi masing-masing, dengan beberapa pancuran dikhususkan untuk ritual tertentu.
Sebagai tempat suci, ada sejumlah aturan yang harus dipatuhi, seperti mengenakan pakaian sopan, selendang, dan sarung, menghindari pakaian terbuka atau celana pendek, tidak memasuki pura saat menstruasi (bagi wanita), dan berbicara dengan sopan sesuai tradisi “Sor Singgih Basa”.
Etika ini penting untuk menjaga kesucian pura dan menghormati tradisi setempat. Petugas desa adat selalu siap memberikan arahan kepada wisatawan agar memahami dan menaati aturan yang berlaku.
Pak Mangku Made Karna, seorang pengayah di Pura Tirta Empul, menekankan pentingnya kesadaran pengunjung terhadap aturan pura. Meskipun tantangan pariwisata sering memengaruhi kesucian pura, pihak pengelola berupaya memberikan edukasi dan teguran bagi pelanggaran yang terjadi.
Beliau juga berharap generasi muda terus melestarikan tradisi dan menghormati tempat ibadah, karena adat dan tradisi adalah warisan yang harus dijaga untuk generasi mendatang.
Pura Tirta Empul bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga simbol harmoni antara spiritualitas dan budaya Bali. Dengan memahami dan menghormati etika yang berlaku, kunjungan ke pura ini akan menjadi pengalaman yang tidak hanya bermakna secara pribadi, tetapi juga mencerminkan penghargaan terhadap kekayaan tradisi Bali.
Sebagai pengunjung, menaati aturan tidak hanya menjaga kesucian pura tetapi juga menunjukkan rasa hormat terhadap warisan budaya yang telah dijaga selama ratusan tahun. Pura Tirta Empul adalah bukti nyata bagaimana tradisi dan spiritualitas dapat berjalan seiring dalam kehidupan masyarakat Bali.