Minke.id – Di tengah tantangan ekonomi, Paguyuban Keripik Tempe Sanan tak hanya fokus meningkatkan kesejahteraan anggotanya, tetapi juga aktif mengelola limbah produksi agar tidak menimbulkan masalah lingkungan. Upaya ini menjadi contoh nyata bagaimana industri rumahan bisa tumbuh secara berkelanjutan.
Ketua Paguyuban Keripik Tempe Sanan, Arman Yudi Purnomo, mengungkapkan dalam talkshow Idjen Talk yang disiarkan langsung oleh Radio City Guide 911 FM, bahwa sektor UMKM harus jeli melihat peluang dari setiap aspek produksi, termasuk limbah.
“Beberapa warga kami manfaatkan kulit kedelai menjadi tepung untuk bahan kue, bahkan air limbah diolah menjadi nata de soya bekerja sama dengan akademisi di Malang,” ungkap Arman.
Tak hanya itu, ampas kedelai juga dimanfaatkan sebagai pakan untuk 600 ekor sapi yang ada di Kampung Sanan. Dengan sistem ini, UMKM pengrajin tempe di kawasan tersebut tidak hanya berdaya secara ekonomi, tapi juga berkontribusi terhadap ekonomi sirkular.
Saat ini, Paguyuban Keripik Tempe Sanan menaungi sekitar 600 pengrajin, menciptakan sinergi kuat antar pelaku usaha kecil di kawasan tersebut. Melalui wadah ini, pengrajin mendapat pembinaan soal standar produk, sertifikasi halal, dan legalitas usaha.
“Kami rutin lakukan sosialisasi, membantu pengurusan izin, dan memperkuat solidaritas antar anggota agar terhindar dari perselisihan usaha,” tambah Arman.
Founder CV Pelangi Nusantara (PELANUSA), Endahing Noor Suryanti, menambahkan bahwa komunitas UMKM juga memiliki peran besar dalam penguatan ekonomi lokal. PELANUSA, yang telah berdiri selama 10 tahun, kini menaungi lebih dari 8.000 pelaku UMKM.
“Pelatihan rutin dari pemerintah daerah hingga kementerian sangat membantu pengembangan kapasitas pelaku UMKM. Program ini berkelanjutan, bukan sekali jalan,” ujarnya.
Kepala Diskopindag Kota Malang, Eko Sri Yuliadi, menegaskan bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat terus didorong melalui pelatihan dan pembinaan. Hal ini penting mengingat kebutuhan dasar masyarakat per rumah masih berada di kisaran Rp 25.000 – Rp 50.000 per hari.
“Kami terus berupaya agar pelaku UMKM bisa naik kelas, termasuk lewat pelatihan dan event promosi di tingkat kelurahan, kecamatan, dan MCC (Malang Creative Center),” jelas Eko.
Sementara itu, Kepala Bappeda Kota Malang, Dwi Rahayu, mengungkapkan bahwa proses validasi data kemiskinan masih berlangsung. Dengan sekitar 7.000 data yang belum tervalidasi, dua kecamatan seperti Kedungkandang dan Sukun menjadi fokus intervensi program.
“Kriteria miskin dari Kemensos seperti rumah belum berlantai keramik jadi salah satu indikator. Maka setiap bantuan wajib dilampiri bukti visual saat pendataan,” jelas Dwi.