SURABAYAONLINE.CO-Seorang nelayan, Saeruddin, baru-baru ini membawa tangkapan yang sangat berbeda. Dia “berhasil menjaring” sebuah benda yang tampaknya seperti drone bawah air buatan China.
Setidaknya dua kendaraan bawah laut tak berawak jenis glider laut yang sangat mirip telah ditemukan di perairan Indonesia dalam 2 tahun terakhir.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah Pemerintah China secara diam-diam melakukan survei bawah air pada rute antara Laut China Selatan dan Samudra Hindia, informasi yang dapat sangat berguna bagi kapal selamnya yang transit melalui area ini saat terendam.
Sejumlah pihak mulai memberikan pandangannya menyusul temuan sebuah drone bawah air di dekat Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Drone yang diduga milik China tersebut dilaporkan saat ini telah diamankan di Pangkalan Angkatan Laut (AL) di Makassar.
Guru Besar Hukum Internasional UI (Universitas Indonesia), Hikmahanto Juwana mengatakan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia harus tegas terhadap negara pemilik pesawat nir-awak (drone) mata-mata bawah laut.
“Bila sudah diketahui asal usul negara yang memiliki drone tersebut, Kemlu harus melakukan protes diplomatik yang keras terhadap negara tersebut dan bila perlu tindakan tegas lainnya,” ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu, 2 Januari 2021, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.
Dia mengatakan pemerintah perlu merespons terkait drone bawah laut yang ditemukan nelayan di dekat Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan dan saat ini diamankan TNI AL.
Hikmahanto yang juga Rektor Universitas Jenderal A Yani itu menilai protes keras dan tindakan tegas harus dilakukan terlepas apakah negara tersebut adalah negara sahabat, bahkan adanya ketergantungan Indonesia secara ekonomi.
Hikmahanto Juwana menambahkan agar jangan sampai terulang kembali insiden atas agen intelijen Jerman (beberapa waktu lalu).
“Kemlu hanya puas dengan klarifikasi Kedubes Jerman dan agen tersebut dipulangkan oleh Kedubes tanpa ada protes diplomatik,” ujar Hikmahanto.
Seharusnya (dalam kasus itu), lanjut dia, Kemlu melakukan tindakan yang lebih tegas lainnya bila kegiatan mata-mata terkuak.
Menurut Hikmahanto, ini semua dilakukan agar diplomasi untuk mempertahankan kedaulatan NKRI benar-benar diperankan oleh Kemlu.
“Jangan sampai Indonesia dianggap lemah bahkan mudah untuk diajak berkompromi saat tindakan mata-mata yang dilakukan oleh negara lain terkuak,” kata Hikmahanto Juwana menandaskan.***